Namaku Annisa dan biasa dipanggil nisa. Dalam keseharian-ku, aku mengenakan hijab. Aku sudah menikah dan dikaruniai dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Aku sangat menyayangi mereka dan suamiku.
Naluri wanita memang tidak bisa dipungkiri, meskipun aku berhijab tetapi rasa ingin mendapatkan perhatian dari orang-orang disekitarku amat besar. Aku merasa senang apabila penampilanku mendapatkan perhatian orang lain, termasuk lawan jenis. Itu menjadi kepuasan tersendiri bagiku.
Aku bekerja di sebuah perusahaan swasta di Kota Palembang dengan jabatan Asistan Manajer Bagian Operasional. Baru satu setengah tahun aku menduduki jabatan tersebut atas rekomendasi atasanku, Pak Bram. Aku sangat berterima kasih dan menghormati beliau.
Pak Bram ini bisa dibilang orang yang cukup sukses, karena di usia kepala 3 beliau sudah menjadi General Manajer perusahaan. Pak Bram orangnya tegas, namun tetap mengayomi bawahannya. Kami sering bercanda dengan beliau, namun tanpa mengurangi rasa hormat kami padanya.
Hari itu, aku dipanggil ke ruangan Pak Bram. Beliau mengatakan kepada ku bahwa akan ada pertemuan dengan klien perusahaan di Bengkulu selama 1 minggu, dan aku harus ikut karena menyangkut permasalahan operasional perusahaan kami.
Sepulang dari kantor aku langsung berdiskusi dengan suami ku dan meminta pendapatnya. Suami ku merasa keberatan kalau selama itu, tapi setelah ku jelaskan panjang lebar barulah dia mengerti dan mengizinkan ku untuk berangkat.
Minggu pagi, aku bersiap-siap akan berangkat. Segala sesuatunya sudah ku persiapkan sebelumnya, jadi tinggal berangkat saja. Pesawat ke Bengkulu berangkat pukul 6 pagi, jadi ba’da subuh aku pun diantar suamiku ke bandara.
Diperjalanan ke bandara, suamiku bertanya padaku.
“Mah, jadi berangkat ke Bengkulu?” Tanya suamiku.
“ya jadi donk Pah…” jawabku
“yakin gak mau dibatalin Mah?” Tanya suamiku lagi.
“Gimana Pah, soalnya kerjaan kantor dan aku gak bisa nolak” jawabku lagi
“ya udah, tapi jangan diporsir ya kerja nya.” Ujar suamiku sambil mengecup keningku.
Haduh, berat rasanya meninggalkan suami dan anak-anak. Tapi mau bagaimana lagi, tuntutan kerja.
Sampai di Bandara, aku pun masuk dan menemui Pak Bram yang ternyata sudah lama menunggu. Kamipun terbang ke Bengkulu.
Sampai di Bengkulu pukul 7 pagi, kami langsung cari hotel dan check in. Pak Bram memilih hotel Horizon karena pemandangannya yang cukup bagus, dekat dengan pantai.
Setelah check in, kami langsung meluncur ketempat meeting. Acaranya lama, sampai sore karena banyak sekali dokumen-dokumen yang mesti diperiksa dan dibahas bersama. Akhirnya kami kembali ke hotel pukul 7 malam.
Aku pun langsung membersihkan diri dan mengganti pakaian dengan pakaian yang santai, baju tidur. Tak berapa lama, hp ku berdering dan ku lihat itu panggilan dari Pak Bram.
“Halo, Assalamu’alaikum… ada apa pak?” tanyaku
“Wa’alaikumsalam, gak papa nisa. Kamu gak lapar ya?” Tanya pak Bram.
“Oh iya pak, lupa kalo belum makan malam” jawabku lagi
“ya udah, ayo ikut Bapak cari makanan” kata pak Bram lagi
“Bentar pak, nisa ganti baju dulu ya”.
“Udah santai aja nisa, gak usah pake ganti baju segala, keburu malam nanti” kata pak Bram lagi
Akhirnya akupun keluar dengan piyama dan hijab saja. Pak bram pun sama, beliau mengenakan kaos dan celana pendek saja. Aku sempat kagum sama beliau, karena tubuh atletis nya terlihat jelas di balik kaos yang beliau kenakan.
Selesai makan, kami pun kembali ke hotel dan duduk-duduk sambil memandangi pantai panjang. Disini kami banyak cerita-cerita tentang kehidupan kami, dari masa-masa SMA sampai ke masalah keluarga. Kami pun tanpa sadar membicarakan masalah yang bersifat sensitive, hal-hal yang tabu untuk di bicarakan dengan orang lain selain suami. Tapi, aku merasa enjoy cerita dengan Pak bram dan beliaupun berbagi kisahnya tanpa ada yang disembunyikan dariku.
Jam pun menunjukkan pukul 10 malam. Akhirnya kamipun kembali ke kamar masing-masing. Sebelum aku menutup pintu kamar, aku melihat Pak Bram memandangi tubuhku begitu tajam. Setelah ku tutup pintu kamar, ada perasaan bangga, senang dan cemas bercampur jadi satu.
Setelah mencuci muka dan sikat gigi, aku pun merebahkan tubuhku. Baru beberapa menit tiduran, tiba-tiba lampu padam. Aku kelabakan mencari hp ku karena aku takut gelap. Lama lampu padam, akhirnya aq memutuskan untuk keluar kamar. Diluarpun gelap, dan ternyata pak Bram pun sudah ada diluar.
“Kamu keluar juga nisa?” Tanya pak Bram.
“Iya pak, nisa takut gelap” jawabku
Setelah setengah jam berlalu, akhirnya lampu pun hidup kembali. Tapi, lampu kamarku tidak hidup. Kutanyakan pada pegawai hotel, katanya ada korsleting listrik dikamarku jadi untuk dikamarku saja yang tidak bisa digunakan listriknya.
Akupun minta pindah dikamar lain, tapi semua kamar sudah penuh. Aku bingung mesti ngapain. Tiba-tiba pak Bram sudah ada disampingku.
“Ada apa nis?” Tanya pak Bram
“Ini pak, ada korsleting listrik di kamar nisa, jadi listrik dikamar padam dan kamar-kamar lain sudah penuh pak” jawabku
“Oh ya udah, tidur di kamar Bapak aja nis” kata pak Bram lagi
“mmm boleh pak?” tanyaku
“ya boleh aja nisa, masak gak boleh” jawab pak Bram lagi.
Akhirnya aku pun memindahkan barang-barangku ke kamar pak Bram. Pak Bram mempersilahkan aku tidur di ranjang.
“Nisa, kamu tidur aja di ranjang, nanti biar Bapak tidur di sofa” kata pak Bram.
“gak pp pak, biar nisa tidur di sofa saja. Gak enak sama bapak” jawabku
“bapak yang gak enak, masak cewek cantik disuruh tidur di sofa” kata pak Bram lagi yang membuat jantungku berdegup. Pak Bram bilang aku cantik.
Aku pun tidur diranjang dan pak Bram tidur di sofa. Karena pak Bram bukan muhrim, maka akupun tidur masih mengenakan hijab. Lama ku pejamkan mata tetapi tidak bisa tidur. Mungkin aku merasa risih karena ada pria lain selain suamiku berada satu kamar denganku.
“Nis, kok belum tidur?” suara pak Bram mengagetkanku.
“umm belum bisa pak” jawabku.
Ku dengar suara langkah kaki mendekatiku. Jantungku berdebar. Dan tak lama kemudian, pak Bram duduk di pinggir ranjang, aku pun pura-pura memejamkan mata. Pernyataan yang tidak ku duga keluar dari mulut pak Bram.
“Nis, bapak senang kamu tidur disini” kata pak bram
“Maksud bapak apa?” tanyaku
“Nis, bapak mau jujur sama nisa. Bapak senang melihat nisa dikantor, kerja nisa dan apa-apa yang sudah nisa berikan buat perusahaan kita”
Akupun terdiam.
“kamu cantik nisa, dan bapak senang bisa bekerja sama dengan nisa selama ini”
“semakin lama kenal denganmu, bapak mulai jatuh hati padamu nisa”
Aku sangat kaget mendengar pengakuan pak Bram. Pak bram yang selama ini ku kagumi, yang selama ini selalu bersikap wibawa, menyatakan perasaannya padaku. Memang aku kagum padanya, tetapi hanya sebatas kagum saja, tidak lebih. Aku mencintai suamiku lebih dari apapun. Aku bingung harus berkata apa.
“Pak, mungkin bapak hanya sebatas mengagumiku saja pak tidak lebih” kataku
“Dan kita juga sama tahu pak kalau bapak sudah berkeluarga, nisa pun demikian” kataku lagi
“Iya nisa, awalnya bapak berfikir demikian. Tapi setelah sekian lama bekerja sama denganmu, rasa ini muncul dengan sendirinya.”
“Maafkan bapak Nisa” lanjut pak Bram.
“Bapak tidak perlu minta maaf pak, nisa yang harusnya minta maaf karena tidak bisa membalas kebaikan bapak selama ini”
“Tapi kalau boleh, bapak ingin meminta satuhal dari nisa” kata pak Bram dengan suara berat.
“Apa itu pak?” jawabku.
“Boleh bapak pegang tangan nisa?” dengan hati-hati pak bram menyampaikan maksudnya.
Aku terkejut. Selama ini belum ada laki-laki lain yang menyentuhku selain suamiku. Aku bingung, disisi lain pak bram sudah sangat baik sekali padaku dan disisi lain aku teringat akan nasehat suamiku untuk selalu menjaga diri. Setelah sekian lama pikiran ini berkecamuk, tanpa sadar aku pun memberikan tanganku kepada pak Bram. Pak bram tersenyum. Akupun memejamkan mataku.
Dipegangnya tanganku oleh pak Bram dan dielus-elusnya sampai bulu kudukku merinding.
“Halus sekali tanganmu nisa”
Aku tidak menjawab. Aku masih memejamkan mata dan tanpa sadar air mata memenuhi sudut mataku.
“Kenapa kamu menangis nisa?” Tanya pak Bram sembari mengusap air mataku.
“gak papa pak.” Jawabku
Lama pak Bram mengusap tanganku, kemudian sebuah kecupan mendarat dipunggung tanganku. Reflek akupun menarik tanganku. Pak bram terkejut.
“Maafkan bapak Nisa.” Kata pak Bram
“Bapak tidak salah, maafkan nisa pak.” Kataku
Kuberikan lagi tanganku pada pak Bram. Lama beliau mengelus tanganku, perasaanku mulai tidak keruan. Aku merasakan rangsangan yang hebat. Kurasakan bagian bawahku basah.
“Nis, boleh bapak belai rambutmu?” Tanya pak bram lagi
Aku hanya terdiam. Sejurus kemudian tangan pak bram sudah menyingkap hijab yang ku kenakan. Baru kali ini ada pria lain yang menyentuh dan melihat rambutku. Aku merasa telah menghianati suamiku. Air mataku semakin deras.
Kemudian aku merasakan sebuah sentuhan pada payudaraku. Tangan pak bram sudah menggenggam payudaraku dari luar bajuku. Tubuhku lemas, aku tidak berdaya oleh rangsangan yang diberikan pak Bram. Melihatku tak bereaksi, pak Bram mulai meremas-remas payudaraku. Sungguh nikmat kurasakan. Akupun melenguh kecil. Kemudian pak bram mencium bibirku, akupun membalas kecupannya. Lama kami berciuman, saling bertukar lendir.
Pak bram pun mulai berani dengan mengangkat baju piyama yang ku kenakan. Aku pun menahan tangannya.
“Pak, sudah cukup.” Kataku.
Pak Bram menghentikan kegiatannya.
“maafkan bapak ya nis,”
Aku hanya menganggukan kepala.
“ya udah, kita tidur. Besok masih ada pekerjaan yang menunggu kita.” Kata pak Bram lagi.
Beliau turun dari ranjang dan akan pindah ke sofa.
“bapak mau kemana?” kataku
“tidur di sofa.” Jawab pak Bram
“Tidur disini saja pak sama nisa.” Kataku spontan
Pak bram sedikit terkejut, kemudian beliau langsung naik ke ranjang. Akhirnya kami pun tidur satu ranjang malam itu.